Wahyu
– A1A515058
UNIVERSITAS
LAMBUNG MANGKURAT
PROGRAM
STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
1.1.
Definisi
dan Pengertian Geomorfologi
Pada
hakekatnya geomorfologi dapat didefinisikan sebagai ilmu tentang roman muka
bumi beserta aspek-aspek yang mempengaruhinya termasuk deskripsi, klasifikasi,
genesa, perkembangan dan sejarah permukaan bumi. Kata Geomorfologi
(Geomorphology) berasal bahasa Yunani, yang terdiri dari tiga kata yaitu: Geos
(erath/bumi), morphos (shape/bentuk), logos (knowledge atau ilmu pengetahuan).
Berdasarkan dari kata-kata tersebut, maka pengertian geomorfologi merupakan
pengetahuan tentang bentuk-bentuk permukaan bumi.
Worcester
(1939) mendefinisikan geomorfologi sebagai diskripsi dan tafsiran dari bentuk
roman muka bumi. Definisi Worcester ini lebih luas dari sekedar ilmu
pengetahuan tentang bentangalam (the science of landforms), sebab termasuk
pembahasan tentang kejadian bumi secara umum, seperti pembentukan cekungan
lautan (ocean basin) dan paparan benua (continental platform), serta
bentuk-bentuk struktur yang lebih kecil dari yang disebut diatas, seperti
plain, plateau, mountain dan sebagainya.
Lobeck
(1939) dalam bukunya “Geomorphology: An Introduction to the study of
landscapes”. Landscapes yang dimaksudkan disini adalah bentangalam alamiah
(natural landscapes). Dalam mendiskripsi dan menafsirkan bentuk-bentuk
bentangalam (landform atau landscapes) ada tiga faktor yang diperhatikan dalam
mempelajari geomorfologi, yaitu: struktur,
proses dan stadia. Ketiga faktor tersebut merupakan satu kesatuan dalam
mempelajari geomorfologi.
Para
akhli geolomorfologi mempelajari bentuk bentuk bentangalam yang dilihatnya dan
mencari tahu mengapa suatu bentangalam terjadi, Disamping itu juga untuk
mengetahui sejarah dan perkembangan suatu bentangalam, disamping memprediksi
perubahan perubahan yang mungkin terjadi dimasa mendatang melalui suatu
kombinasi antara observasi lapangan, percobaan secara fisik dan pemodelan
numerik. Geomorfologi sangat erat kaitannya dengan bidang ilmu seperti
fisiografi, meteorologi, klimatologi, hidrologi, geologi, dan geografi.
Kajian mengenai geomorfologi yang pertama kalinya dilakukan yaitu
kajian untuk pedologi, satu dari dua cabang dalam ilmu tanah. Bentangalam
merupakan respon terhadap kombinasi antara proses alam dan antropogenik.
Bentangalam terbentuk melalui pengangkatan tektonik dan volkanisme, sedangkan denudasi
terjadi melalui erosi dan mass wasting. Hasil dari proses denudasi diketahui
sebagai sumber bahan sedimen yang kemudian diangkut dan diendapkan di daratan,
pantai maupun lautan. Bentangalam dapat juga mengalami penurunan melalui
peristiwa amblesan yang disebabkan oleh proses tektonik atau sebagai hasil
perubahan fisik yang terjadi dibawah endapan sedimen. Proses proses tersebut
satu dan lainnya terjadi dan dipengaruhi oleh perbedaan iklim, ekologi, dan
aktivitas manusia.
Model geomorfik yang pertama kali diperkenalkan
adalah model tentang siklus geomorfik atau siklus erosi, dikembangkan oleh
William Morris Davis (1884–1899). Siklus geomorfik terinspirasi dari teori
“uniformitarianisme” yang pertama kalinya dikenalkan oleh James Hutton
(1726-1797). Berkaitan dengan bentuk-bentuk lembah yang terdapat dimuka bumi,
siklus geomorfik mampu menjelaskan urut-urutan dari suatu sungai yang mengikis
lembah yang mengakibatkan kedalaman suatu lembah menjadi lebih dalam lagi,
sedangkan proses erosi yang terjadi pada kedua sisi lembah yang terjadi secara
teratur akan membuat lembah menjadi landai kembali dan elevasinya menjadi
semakin lebih pula. Siklus ini akan bekerja kembali ketika terjadi pengangkatan
dari daratan.
1.2. Hubungan Geomorfologi dengan Ilmu Ilmu Lain
Geomorfologi sebenarnya dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari
tentang perubahan-perubahan pada bentuk muka bumi dan secara umum didefinisikan
sebagai ilmu yang mempelajari tentang alam, yaitu meliputi bentuk-bentuk umum
roman muka bumi serta perubahan -perubahan yang terjadi sepanjang evolusinya
dan hubungannya dengan keadaan struktur di bawahnya, serta sejarah perubahan
geologi yang diperlihatkan atau tergambar pada bentuk permukaan itu (American
Geological Institute, 1973). Dalam bahasa Indonesia banyak orang memakai kata
bentangalam sebagai terjemahan geomorfologi, sehingga kata geomorfologi sebagai
ilmu dapat diterjemahkan menjadi Ilmu Bentangalam.
Selain itu kata geomorfologi dipakai pula untuk menyatakan roman muka
bumi, umpamanya bila seseorang menceriterakan keadaan muka bumi suatu daerah
dapat dikatakan pula bahwa orang tersebut menceritakan geomorfologi atau
bentangalam daerah itu. Pada awalnya orang memakai kata fisiografi untuk ilmu
yang mempelajari roman muka bumi ini. Di Eropa fisiografi didefinisikan sebagai
ilmu yang mempelajari rangkuman tentang iklim, meteorologi, oceanografi, dan
geografi. Akan tetapi di Amerika pemakaian kata fisiografi untuk bidang ilmu
yang hanya mempelajari roman muka bumi saja dan lebih erat hubungannya dengan
geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata geomorfologi dan sering
kedua kata itu dicampur-adukkan.
Ilmu-ilmu
yang yang erat hubungannya dengan geomorfologi terutama adalah Ilmu Kebumian,
termasuk diantaranya adalah:
Fisiografi.
Pada awalnya fisiografi mencakup studi tentang atmosfir, hidrologi dan bentangalam dan studi yang mempelajari
ketiga ketiga objek tersebut umumnya berkembang di benua Eropa, sedangkan
geomorfologi merupakan salah satu cabang dari Fisiografi. Dengan semakin
majunya perkembangan studi tentang atmosfir(meteorologi) dan hidrologi di
Amerika menyebabkan objek studi Fisiografi menjadi lebih terbatas, yaitu hanya
mempelajari bentangalam saja, sehingga di Amerika istilah Fisiografi identik
dengan Geomorfologi.
Geologi
mempunyai objek studi yang lebih luas dari geomorfologi, karena mencangkup studi tentang seluruh kerak
bumi, sedangkan geomorfologi hanya terbatas pada studi permukaan dari pada
kerak bumi. Oleh karena itu maka geomorfologi dianggap sebagai cabang dari
geologi dan kemudian dalam perkembangannya geomorfologi menjadi suatu ilmu
tersendiri, terlepas dari geologi. Geologi struktur dan geologi dinamis adalah
cabang-cabang ilmu geologi yang sangat membantu dalam mempelajari geomorfologi.
Dengan geologi dinamis dapat membantu untuk menjelaskan evolusi permukaan bumi,
sedangkan geologi struktur membantu dalam menjelaskan jenis-jenis dari
bentuk-bentuk bentangalam. Banyak bentuk bentangalam dicerminkan oleh struktur
geologinya. Oleh karena itu untuk mempelajari geomorfologi maka diperlukan
pengetahuan dari ilmu-ilmu tersebut
Meteorologi
dan Klimatologi, yang mempelajari keadaan fisik dari atmosfir
dan iklim. Ilmu ini mempunyai
pengaruh, baik langsung maupun tidak langsung terhadap proses perubahan roman
muka bumi. Kondisi cuaca seperti terjadinya angin, petir, kelembaban udara dan
pengaruh perubahan iklim dapat membawa perubahan-perubahan yang besar terhadap
bentuk roman muka bumi yang ada. Oleh karena itu untuk mempelajari
perubahan-perubahan yang terjadi di permukaan bumi, diperlukan pengetahuan
tentang ilmu-ilmu tersebut.
Hidrologi
adalah ilmu yang mempelajari tentang segala sesuatu mengenai air yang ada di bumi (the science of the waters
of the earth), termasuk dalam hal ini air yang ada di sungai-sungai,
danau-danau, lautan dan air bawah tanah. Pengetahuan mengenai hidrologi juga
akan pembantu dalam mempelajari geomorfologi. Sama halnya dengan atmosfir, air
dapat juga menyebabkan perubahan -perubahan atas roman muka bumi yang ada dan
dapat meninggalkan bekas-bekasnya.
Geografi
mempunyai objek studi yang lebih luas dari pada geomorfologi, sebab mencakup aspek-aspek fisik dan sosial
dari pada permukaan bumi. Sedangkan geomorfologi menekankan pada bentuk-bentuk
yang terdapat pada permukaan bumi. Geografi menekankan kajiannya pada “Space
Oriented” yang dapat menunjukkan dimana dan bagaimana penyebaran dari pada
bentuk bentangalam serta mengapa penyebarannya demikian. Mengingat sifat dari
geografi yang “Anthropocentris”, dan dalam hubungannya dengan studi
geomorfologi, maka muncullah suatu sub disiplin ilmu yaitu “Geography of
landform”. Dimana didalamnya juga mencakup, bagaimana meng-aplikasikan setiap
jenis bentangalam untuk aktivitas dan kehidupan manusia. Dengan kata lain dapat
menjalin suatu hubungan timbal balik antara manusia dengan bentangalam yang
ada.
1.3. Konsep Dasar Geomorfologi
Untuk mempelajari geomorfologi diperlukan dasar pengetahuan yang baik
dalam bidang klimatologi, geografi, geologi serta sebagian ilmu fisika dan
kimia yang mana berkaitan erat dengan proses dan pembentukan muka bumi. Secara
garis besar proses pembentukan muka bumi menganut azas berkelanjutan dalam
bentuk daur geomorfik (geomorphic cycles), yang meliputi pembentukan daratan
oleh gaya dari dalam bumi (endogen), proses penghancuran/pelapukan karena
pengaruh luar atau gaya eksogen, proses pengendapan dari hasil pengahncuran
muka bumi (agradasi), dan kembali terangkat karena tenaga endogen, demikian
seterusnya merupakan siklus geomorfologi yang ada dalam skala waktu sangat
lama.
1. Hukum-hukum fisika, kimia dan biologi yang
berlangsung saat ini berlangsung juga pada masa lampau, dengan kata lain
gaya-gaya dan proses-proses yang membentuk permukaan bumi seperti yang kita
amati saat ini telah berlangsung sejak terbentuknya bumi.
2. Struktur geologi merupakan faktor pengontrol
yang paling dominan dalam evolusi bentangalam dan struktur geologi akan
dicerminkan oleh bentuk bentangalamnya.
3. Relief muka bumi yang berbeda antara satu
dengan yang lainnya boleh jadi karena derajat pembentukannya juga berbeda.
4. Proses-proses geomorfologi akan meninggalkan
bekas-bekas yang nyata pada bentangalam dan setiap proses geomorfologi akan
membentuk bentuk bentangalam dengan karakteristik tertentu (meninggalkan jejak
yang spesifik yang dapat dibedakan dengan proses lainnya secara jelas).
5. Akibat adanya intensitas erosi yang berbeda
beda di permukaan bumi, maka akan dihasilkan suatu urutan bentuk bentangalam
dengan karakteristik tertentu disetiap tahap perkembangannya.
6. Evolusi geomorfik yang kompleks lebih umum
dijumpai dibandingkan dengan evolusi geomorfik yang sederhana (perkembangan
bentuk muka bumi pada umumnya sangat kompleks/rumit, jarang sekali yang
prosesnya sederhana).
7.
Bentuk bentuk bentangalam yang ada di permukaan
bumi yang berumur lebih tua dari Tersier jarang sekali dijumpai dan kebanyakan
daripadanya berumur Kuarter.
8. Penafsiran secara tepat terhadap bentangalam
saat ini tidak mungkin dilakukan tanpa mempertimbangkan perubahan iklim dan
geologi yang terjadi selama zaman Kuarter (Pengenalan bentangalam saat sekarang
harus memperhatikan proses yang berlangsung sejak zaman Pleistosen)
9. Adanya perbedaan iklim di muka bumi perlu
menjadi pengetahuan kita untuk memahami proses-proses geomorfologi yang berbeda
beda yang terjadi dimuka bumi (dalam mempelajari bentangalam secara
global/skala dunia, pengetahuan tentang iklim global sangat diperlukan)
10.
Walaupun fokus pelajaran geomorfologi pada
bentangalam masa kini, namun untuk mempelajari diperlukan pengetahuan sejarah
perkembangannya.
Di
samping konsep dasar tersebut di atas, dalam mempelajari geomorfologi cara dan
metode pengamatan perlu pula diperhatikan. Apabila pengamatan dilakukan dari
pengamatan lapangan saja, maka informasi yang diperoleh hanya mencakup
pengamatan yang sempit (hanya sebatas kemampuan mata memandang), sehingga tidak
akan diperoleh gambaran yang luas terhadap bentanglahan yang diamati. Untuk
mengatasi hal tersebut perlu dikakukan beberapa hal:
a.
Pengamatan bentanglahan dilakukan dari tempat
yang tinggi sehingga diperoleh pandangan yang lebih luas. Namun demikian, cara
ini belum banyak membantu dalam mengamati bentanglahan, karena walaupun kita
berada pada ketinggian tertentu, kadangkala pandangan tertutup oleh hutan lebat
sehingga pandangan terhalang. Kecuali, tempat kita berdiri pada saat pengamatan
bentang alam merupakan tempat tertinggi dan tidak ada benda satupun yang
menghalangi. Itupun hanya terbatas kepada kemampuan mata memandang.
b.
Pengamatan dilakukan secara tidak langsung di
lapangan dengan menggunakan citra pengideraan jauh baik citra foto maupun citra
non foto, cara ini dapat melakukan pengamatan yang luas dan cepat.
1.4.
Relief
Bumi
Relief
bumi yang dimaksudkan disini adalah mencakup pengertian yang sangat luas, baik
yang terdapat pada benua-benua ataupun yang terdapat didasar lautan.
Berdasarkan atas pengertian yang luas tersebut, maka relief bumi dapat
dikelompokkan atas 3 golongan besar, yaitu :
1.
Relief Orde I (Relief of the first order)
2.
Relief Orde II (Relief of the second order)
3.
Relief Orde III (Relief of the third order)
Pengelompokan
atas ketiga jenis relief diatas didasarkan pula atas kejadiannya masing-masing.
Karena itu pula didalamnya terkandung unsur waktu relatif.
1.4.1. Relief Orde Pertama
Yang
terdiri atas Paparan Benua (Continental Platforms) dan Cekungan Lautan (Ocean
Basin). Bentuk-bentuk dari orde pertama ini mencakup dimensi yang sangat luas
dimuka bumi. Sebagaimana diketahui bahwa luas daratan beserta air seluruhnya
sebesar 107.000.000 mil persegi, yang terdiri dari luas benua (continents)
sebesar 56.000.000 mil persegi dan sisanya
10.000.000 mil persegi merupakan luas continental shelf. Yang dimaksud
dengan paparan benua meliputi benua dan tepi benua(continental shelf). Dengan
demikian luas total paparan benua (continental platforms) adalah 66.000.000 mil
persegi. Paparan benua Amerika Utara & Selatan, Eurasia, Afrika, Australia,
dan Antartika merupakan bahagian-bahagian yang tertinggi dari permukaan
litosfir.
Tepi
Benua (Continental shelf) adalah bagian dari paparan benua (continental
platforms) yang terletak dibawah permukaan air laut. Cekungan Lautan (Ocean
Basin) mempunyai kedalaman rata-rata 2,5 mil dibawah muka air laut, walaupun
kita tahu bahwa dasar lautan memiliki bentuk topografi yang tidak teratur.
Terdapat banyak depressi-depressi yang sangat dalam dari batas kedalaman
rata-rata yang dikenal sebagai Palung Laut (Ocean Troughs), disamping itu
terdapat pula bagian-bagian dasar laut yang muncul dipermukaan atau secara
berangsur berada dekat dengan permukaan air laut.
Relief
order pertama diketahui sangat erat hubungannya dengan proses kejadian bumi,
dengan demikian teori-teori tentang geologi, astronomi, fisika dan matematika,
seperti “Planetesimal Hypothesis”, “Liquid Earth Theories” maupun “Continental
Drift Theory” menjadi bagian yang tak terpisahkan dalam pembentukan relief orde
pertama.
1.4.2. Relief Orde Kedua
Relief
orde Kedua biasa disebut juga sebagai bentuk bentuk yang membangun
(Constructional forms), hal ini disebabkan relief orde kedua dibentuk oleh gaya
endogen sebagai gaya yang bersifat membangun (Constructional Forces). Kawasan
benua-benua dan Cekungan -cekungan laut merupakan tempat keberadaan atau
terbentuknya satuan-satuan dari relief dari orde kedua, seperti dataran,
plateau, dan pegunungan.
Gaya
endogen yang berasal dari dalam bumi dapat mengakibatkan terjadinya
perubahan-perubahan diatas muka bumi. Adapun gaya endogen dapat berupa:
1.
Epirogenesa (berasal dari bahasa Latin: epiros
= benua dan genesis = pembentukan), proses epirogenesa yang terjadi pada daerah
yang sangat luas maka akan terbentuk suatu benua, dan pembentukan benua dikenal
sebagai “continent buiding forces”.
2.
Orogenesa (berasal dari bahasa latin: Oros =
gunung, dan genesis = pembentukan ), proses orogenesa yang terjadi pada daerah
yang luas akan membentuk suatu pegunungan dan dikenal sebagai “mountain
building forces”.
Kedua gaya endogen tersebut diatas menyebabkan terbentuknya
bentuk-bentuk bentangalam yang membangun (contructional landforms). Apabila
disuatu daerah yang tersusun dari batuan yang perlapisannya horisontal maka
terbentuk bentangalam yang disebut dengan Dataran (Plain) atau Plateau. Proses
ini dapat terjadi pada lapisan-lapisan batuan yang berada di bawah laut
kemudian terangkat oleh gaya endogen menghasilkan bentuk bentangalam daratan
atau plateau. Gaya endogen dapat juga melipat lapisan-lapisan batuan sedimen
yang awalnya horisontal menjadi suatu bentuk kubah (dome mountains) dan apabila
gaya endogen mengakibatkan terjadinya dislokasi dari blok blok yang mengalami
patahan serta lapisan batuan mengalami tilting, maka dikenal dengan bentuk
pegunungan patahan (faulted mountains). Apabila gaya endogen mengakibatkan
batuan sedimen terlipat kuat menghasilkan perlipatan sinklin dan antiklin maka
akan menghasilkan pegunungan lipatan (folded mountains). Sedangkan apabila
dipengaruhi oleh lipatan dan patahan akan menghasilkan pegunungan lipat pathan
(complex mountains).
Kelompok
lainnya dari relief orde kedua adalah bentuk bentangalam yang dihasilkan oleh
aktivitas volkanik yang dikenal bentangalam gunungapi. Bentuk bentuk
bentangalam yang dihasilkan oleh proses endogen diatas masih brada dalam
tahapan awal (initial stage). Bentuk bentuk bentangalam ini kemudian akan
mengalami proses penghancuran oleh gaya eksogen (destruction forces) yang
memungkinkan terjadinya perubahan dari bentuk aslinya.
1.4.3. Relief Orde Ketiga
Relief order ketiga dikenal juga sebagai bentuk bentuk yang bersifat
menghancurkan (Destructional forms), hal ini disebabkan karena relief ini
dibentuk oleh proses proses eksogen. Bentuk bentangalam yang berasal dari
proses-proses eksogenik banyak dijumpai pada relief orde ketiga dan jumlahnya
tak terhitung banyaknya dimana bentuk bentuk bentangalam ini memperindah dan
menghiasi bentuk-bentuk bentangalam konstruksional dari relief orde kedua.
Proses eksogenik akan meninggalkan bentuk-bentuk lahan hasil erosi, seperti :
Valleys dan Canyons, meninggalkan sisa sisa residu membentuk bentuk bentangalam
seperti tiang (peak landforms) dan kolom-kolom batuan yang tahan terhadap
erosi, sehingga masih menyisakan bentuk-bentuk seperti diatas, disamping itu
juga akan meninggalkan bentuk- bentuk pengendapan (depesitional forms), seperti
delta atau tanggul. Relief orde ketiga ini dapat dikelompokkan berdasarkan atas
energi yang merusak atau agen yang bersifat membangun. Ada 4 (empat) agent yang
utama, yaitu sungai (streams), gletser (glaciers), gelombang (waves) dan angin
(winds), sedangkan pelapukan merupakan pemeran utama bagi keempat agen
tersebut.
1. Bentuk-bentangalam yang dihasilkan oleh
aktivitas sungai (fluvial), yaitu :
a.
Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional
forms), seperti: gallies, valleys, gorges dan canyons.
b.
Bentuk bentangalam hasil residu (Residual
forms), seperti: peaks, ronadrocks, summits areas.
c.
Bentuk bentangalam hasil pengendapan
(Depositional forms) seperti: alluvial fans, flood plains and deltas.
2. Bentuk-bentangalam yang dihasilkan oleh energi
dari luncuran es (gletser) yaitu :
a.
Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional
forms), seperti: cirques, glacial trought
b.
Bentuk bentangalam hasil residu (Residual
forms), seperti: patterhorn-peaks, aretes, roche eontounees
c.
Bentuk bentangalam hasil pengendapan
(Depositional forms), seperti: deraine, drumlins, kame dan esker.
3. Bentuk bentangalam yang dihasilkan oleh energi
gelombang laut, yaitu :
a.
Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional
forms), seperti: erode sea caves
b.
Bentuk bentangalam hasil residu (Residual
forms), seperti: stacks & Arches
c.
Bentuk bentangalam hasil pengendapan
(Depositional forms) seperti: beaches, bars & spits
4. Bentuk bentangalam yang diciptakan oleh energi
angin, yaitu :
a.
Bentuk bentangalam hasil erosi (Erosional
forms), seperti: blow holes pada daerah-daerah yang berpasir
b.
Bentuk bentangalam hasil residu (Residual
forms), seperti: pedestal dan mushroom rocks.
c.
Bentuk bentangalam hasil pengendapan
(Depositional forms) seperti: endapan pasir atau lempung dalam bentuk dunes
atau loess.
Selain
energi yang merusak secara fisik tersebut, organisme juga dapat menjadi agen
yang cenderung merusak batuan-batuan di permukaan bumi, sebaliknya aktivitas
pengendapan dapat menghasilkan bentuk-bentuk seperti coral-reefs dan hills.
Dapat disimpulkan, bahwa waktu terbentuknya ketiga orde relief itu
berbeda-beda. Relief bentuk pertama terbentuk lebih dulu dari pada relief orde
kedua dan relief orde kedua terbentuk lebih dulu dari pada relief orde ketiga.
1.5. Struktur, Proses dan Stadia
Struktur,
proses dan stadia merupakan faktor- faktor penting dalam pembahasan
geomorfologi. Pembahasan sesuatu daerah tidaklah lengkap kalau salah satu
diantaranya tidak dikemukakan (diabaikan). Pada pembahasan terdahulu, telah
dikemukakan ketiga faktor tersebut dikenal sebagai prinsip- prinsip dasar
geomorfologi, sedangkan pada bagian ini akan lebih diperjelas lagi, bagaimana
arti dan kedudukan ketiga faktor tersebut dalam studi geomorfologi.
Untuk mempelajari bentuk bentangalam suatu daerah, maka hal yang
pertama harus diketahui adalah struktur geologi dari daerah tersebut.
Sebagaimana telah dikemukakan, bahwa struktur geologi adalah faktor penting
dalam evolusi bentangalam dan struktur itu tercerminkan pada muka bumi, maka
jelas bahwa bentangalam suatu daerah itu dikontrol/dikendalikan oleh struktur
geologinya. Selain daripada struktur geologi, adalah sifat-sifat batuan, yaitu
antara lain apakah pada batuan terdapat rekahan-rekahan (kekar), ada tidaknya
bidang lapisan, patahan, kegemburan, sifat porositas dan permiabilitas batuan
satu dengan yang lainnya.
Menurut
Thornburry, bahwa pengertian struktur dalam geomorfologi mempunyai pengertian
yang lebih luas lagi, sedangkan Lobeck membedakan antara “Struktur Geologi” dan
“Struktur Bentangalam”. Beberapa istilah struktur geologi: struktur horisontal,
struktur dome, struktur
patahan, struktur lipatan, struktur gunungapi; Beberapa istilah
struktur bentangalam: dataran atau plateau, bukit kubah, pegunungan patahan,
pegunungan lipatan, pegunungan komplek. Karena
struktur bentangalam ditentukan oleh struktur geologinya, dimana struktur
geologi terjadi oleh gaya endogen, maka struktur bentangalam dapat diartikan
sebagai bentuk bentangalam yang terjadi akibat gaya endogen.
1.5.2. Proses
Banyak para ahli, seperti Worcester, Lobeck, dan Dury berbeda dalam
menafsirkan tentang pengertian proses geomorfologi, mereka beranggapan bahwa
yang dimaksud dengan proses disini adalah proses yang berasal dari dalam dan
luar bumi (proses endogenik dan proses eksogenik), ada pula yang beranggapan
proses disini adalah energi yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) saja.
Adapun pengertian proses disini adalah energi yang bekerja di permukaan bumi
yang berasal dari luar bumi (gaya eksogen) dan bukan yang berasal dari dalam
bumi (gaya endogen). Pengertian “Geomorphic Processes” semata-mata dijiwai oleh
energi / proses yang berasal dari luar bumi, dengan alasan adalah:
1.
Energi yang berasal dari dalam bumi (gaya
endogen) lebih cenderung sebagai faktor yang membangun, seperti pembentukan
dataran, plateau, pegunungan kubah, pegunungan lipatan, pegunungan patahan, dan
gunungapi.
2.
Energi yang berasal dari luar bumi (gaya
eksogen) lebih cenderung merubah bentuk atau struktur bentangalam.
Gaya
merusak inilah yang menyebabkan adanya tahapan stadia atau “stages” pada setiap
jenis bentangalam. Stadia atau stage tidak disebabkan oleh gaya endogen seperti
diastrophisme atau vulcanisme. Tak dapat disangkal, bahwa memang kedua gaya
(endogen dan eksogen), yang disebut juga sebagai proses endogenik dan proses
eksogenik mempunyai pengaruh yang dominan dalam pembentukan suatu bentangalam
yang spesifik diatas muka bumi ini, oleh karena itu maka sejarah genetika
bentangalam dibagi menjadi dua golongan besar yaitu:
1.
Bentangalam kontruksional, yaitu semua
bentangalam yang terbentuk akibat gaya endogen (gaya eksogen belum bekerja
disini, jadi masih berada pada tingkat initial).
2.
Bentangalam destruksional, yaitu semua
bentangalam yang terbentuk akibat gaya eksogen terhadap bentangalam yang
dihasilkan oleh gaya endogen, melalui proses pelapukan, erosi, abrasi, dan sedimentasi.
Dengan demikian dapat dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan prose
disini adalah semua gaya yang berdampak terhadap penghancuran (perombakan)
bentuk bentangalam yang terjadi akibat gaya endogen sehingga memungkinkan
bentangalam mengalami stadia Muda, Dewasa, dan Tua. Proses perombakan
bentangalam terjadi melalui sungai (proses fluvial), gletser, gelombang, dan
angin. Keempatnya disebut juga sebagai agen yang dinamis (mobile
agents/geomorphic agent) karena mereka dapat mengikis dan mengangkut material-material
di bumi dan kemudian mengendapkannya pada tempat-tempat tertentu.
1.5.3. Stadia
Stadia/tingkatan bentangalam (jentera geomorfik) dinyatakan untuk
mengetahui seberapa jauh tingkat kerusakan yang telah terjadi dan dalam
tahapan/stadia apa kondisi bentangalam saat ini. Untuk menyatakan tingkatan
(jentera geomorfik) digunakan istilah: (1) Muda, (2) Dewasa dan (3) Tua.
Tiap-tiap tingkatan dalam geomorfologi itu ditandai oleh sifat-sifat tertentu
yang spesifik, bukan ditentukan oleh umur bentangalam.
1.6. Klasifikasi Bentangalam
Sehubungan dengan stadia geomorfologi yang dikenal juga sebagai Siklus
Geomorfik (Geomorphic cycle) yang pada mulanya diajukan Davis dengan istilah
Geomorphic cycle. Siklus dapat diartikan sebagai suatu peristiwa yang mempunyai
gejala yang berlangsung secara terus menerus (kontinyu), dimana gejala yang
pertama sama dengan gejala yang terakhir. Siklus geomorfologi dapat diartikan
sebagai rangkaian gejala geomorfologi yang sifatnya menerus. Misalnya, suatu
bentangalam dikatakan telah mengalami satu siklus geomorfologi apabila telah
melalui tahapan perkembangan mulai tahap muda, dewasa dan tua (gambar 1-3).
Stadia Muda:
Dicirikan oleh lembah berbentuk “V”, tidak dijumpai dataran banjir,
banyak dijumpai air terjun, aliran air deras, erosi vertikal lebih dominan
dibandingkan erosi lateral.
Stadia Dewasa:
Dicirikan oleh relief yang maksimal, dengan bentuk lembah sudah mulai
cenderung berbentuk “U” dimana erosi vertikal sudang seimbang dengan erosi
lateral, cabang-cabang sungai sudah memperlihatkan bentuk meandering.
Stadia Tua:
Dicirikan oleh lembah dan sungai meander yang lebar, erosi lateral
lebih dominan dibandingkan erosi vertikal karena permukaan erosi sudah
mendekati ketingkat dasar muka air.
Stadium tua dapat kembali menjadi muda apabila terjadi peremajaan
(rejuvenation) atas suatu bentangalam. Dengan kembali ke stadia muda, maka
berarti bahwa siklus geomorfologi yang kedua mulai berlangsung. Untuk ini
dipakai formula n + 1 cycle, dimana n adalah jumlah siklus yang mendahului dari
satu siklus yang terakhir. Istilah lain yang sering dipakai untuk hal yang sama
dengan siklus geomorfologi adalah siklus erosi (cycle of erosion). Dengan adanya
kemungkinan terjadi beberapa siklus geomorfologi, maka dikenal pula istilah :
the first cycle of erosion, the second cycle of erosion, the third cycle of
erosion, etc. Misalnya suatu plateau